Junaedi Tora 25 tahun, seorang pengrajin tempurung kelapa, Ia
tinggal di lingkungan Pure Selatan, Kelurahan Sinyonyoi—tidak jauh dari Bandara
Tampa Padang—Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju. Ia hanya bermodalkan peralatan
sederhana untuk membuat ragam bentuk yang dihasilkan, Seperti: cangkir, cerek,
asbak rokok, miniatur perahu, muniatur kapal, miniatur kakao dan beberapa
pernak-pernik pajangan yang mempunyai nilai estetika yang tinggi.
Juned pun terus berinovasi, dengan modal yang
ia kumpulkan dari hasil jualan karyanya ini. Ia pun kemudian memperbanyak motif—tentunya
sama dari tempurung kelapa—seperti gambar hewan, miniatur perahu sandeq,
miniatur kapal, asbak rokok, celengan, tempat tissu, pot bunga, miniatur kakao
dan masih banyak lagi karya dalam bentuk pajangan yang di buat Junaedi. “Saya
sudah membuat banyak karya dalam beraneka ragam bentuk. Yang bahannya sama dari
tempurung kelapa,” kata Juned lagi sembari merapikan hasil karyanya ini.
Lelaki yang sudah dikaruniai satu anak ini, mengatakan,
mengubah limbah kelapa menjadi benda yang bernilai seni tidaklah sulit baginya.
Dalam sehari Ia mampu membuat 2-3 karya, diantaranya, gambar hewan, miniatur
kakao dan miatur perahu. Jika karyanya
itu dihitung dengan rupiah, maka dapat dirata-ratakan mampu memproduksi uang
sebanyak Rp 250 ribu sampai Rp 500 ribu dalam sehari. Menurut Juned, penghasilan
yang ia dapatkan dari penjualan kerajinan tangannya itu sudah lebih dari cukup
untuk menafkahi keluarganya.
Dalam
menjalankan usaha pria kekar bekuliat sawo matang ini, tidak sendiri. Perjuangan
dalam berkarya di topang oleh sang istri tercintanya, Resti namanya. Resti
adalah sosok perempuan yang kreatif dan agresif dalam membantu suaminya. Ia
mengambil peran, dalam memasarkan hasil karya suaminya keberbagai tempat
seperti tokoh oleh-oleh yang ada di kota Mamuju, dan menawarkan kepada orang-orang
hasil karya Suaminya itu. Resti menyebutkan, beberapa waktu yang lalu, Karya
yang telah di buat Suaminya telah ia kirim ke Pulau Dewata Bali untuk
dipromosikan.
“Saya telah memasarkan hasil kerajinan suami
saya ini ke toko oleh-oleh yang ada di kota Mamuju, dan saya juga sementara mempersiapkan
tempat penjualan di Bandara Tampak Padang Mamuju. selain itu, saya sudah kirim
keteman yang ada di Pulau Dewata Bali, untuk diperkenalkan ke para wisatawan
yang ada disana, jika mereka tertarik,
maka kami akan berlangganan kesana,” tutur Resti.
Ia menjual hasil kerajinan suaminya, dengan
harga bervariasi, mulai dari Rp 50 ribu sampai Rp 500 ribu tergantung dari
modelnya. Dalam seminggu, Ia dua kali ke Mamuju untuk memasarkan hasil
kerajinannya. Semua barang yang ia bawa, selalu habis terjual, itu artinya
kerajinan batok kelapa milik juned dan istrinya diminati banyak orang.
Setiap karya kerajinan batok kelapak milik
Juned, dalam bentuk apapun, selamanya dipasangi label yang bertuliskan “Sambabo
Face”. Sambabo merupaknan nama salah satu objek wisata air terjun yang ada di
Desa Sambabo Kecamatan Bambang Kabupaten Mamasa. Ia sengaja menggunakan nama
itu, agar bisa memperkenalkan pariwisata
yang ada di Sulbar kepada pelanggannya. “Saya sengaja menggunakan nama Sambabo,
agar objek wisata air terjun yang ada di Kecamatan Bambambang, Kabupaten Mamasa
itu dikenal orang. Sebab Sambabo
merupakan salah satu aset wisata Sulbar yang belum terkelolah dengan baik.
Juned Bersama Istrinya berharap, dimasa yanga
akan datang usaha saat ini iageluti, bisa semakin besar dan dapat mempekerjakan
anak-anak putus sekolah yang ada di sekitarnya. Selain itu, ia juga
mengharapkan, perhatian dari pemerintah Sulawesi Barat, melalui dinas koperasi,
dan perindustrian daerah untuk meberikan bantuan modal, agar usaha kerajinan yang
digeluti Juned bisa berkembang. (Nisan
Parokkak/ Muh. Iksan Hidayah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar