Minggu, 01 Mei 2016

MELAWAN MALU


Malu adalah salah satu sifat yang ada dalam diri manusia, entah pada sifat manusia itu sendiri malu pada jalan positif atau malu ketika berbuat hal yang negative. Namun sifat malu yang dimiliki dua pemuda ini harus ia lawan demi tuntutan kebutuhan hidup dan tambahan pembayaran kuliahnya.
Malu, ya.. sifat pemalu yang kadang membutuhkan keberanian untuk menaklukkan yang namanya rasa malu, entah itu malu karena gengsi ataukah malu karena perbuatan yang ia perbuat melanggar norma. Tapi tidak bagi dua sosok pemuda ini, melawan rasa malu untuk berjualan kopi keliling, sudah barang tentu pekerjaannya mulia, yang sudah jarang kita temui pemuda zaman sekarang meggeluti pekerjaan yang seperti itu. Apa lagi berjualan di tempat keramain, sebagaian mungkin malu karena gengsi tidak ingin dilihat teman-temanya, dilihat guru atau dosennya, atau dilihat pacar atau sahabatnya. Sultan dan Said, mahasiswa Kesehatan—salah satu perguruan tinggi di Mamuju—yang berani mengambil sikap untuk berusaha sendiri dengan berjualan kopi keliling. Kedua pemuda itu mengaku berani berjualan kopi keliling di karenakan kebutuhan hidup di mamuju, biaya kuliah dirinya dan biaya kos di mamuju yang lumayan tinggi biayanya. Meski rasa malu kerap menghampiri dirinya ketika melayani pembeli, tapi karena tekat yang bulat, usaha tersebut tetap ia geluti. “Awalnya kami malu ka’, tapi mau diapami karena kadang terdesakka biaya kuliah dan kosku di Mamuju,” kata Sultan di Pantai Anjungan Mankaarra beberapa waktu lalu.
Sultan dan Said mengahibiskan waktu malamnya untuk berjualan kopi keliling, di wilayah kota Mamuju terutama Pantai Anjungan Manakarra—yang tiap malam ramai dikunjungi, para pengunjung yang hanya ingi bersantai atau sekedar jalan-jalan—menjadi tempat paforit Sultan dan Said menghibiskan waktunya untuk berjualan.  Sultan yang saat ini berumur 24 tahun dan Said 21 tahun. Pada malam itu ia sedang sibuk melayani pesanan kopi para pengunjung secara bergantian, ia bercerita, awal memulai berjualan kopi keliling. Sultan yang saat itu berinisiatif pulang ke kampung halaman untuk mencari sepeda tua—yang sekarang ini lagi ngetren di kalangan anak muda atau yang biasa di sebut sepeda ontel—yang akan gunakan dalam memulai jualan kopi keliling. Sepeda tua yang Sultan temukan itu di kampungnya, ia kemudian membelinya, terpaksa Sultan merongoh tabungan yang selama ini ia simpan untukdesakan pembayaran kuliahnya. Sepeda tua yang Sultan beli itu kemudian ia memodifikasi—dengan menggunakan papan di bagian belakang sepeda dan kantungan untuk kopi saset dan di beri tulisan ‘kopling’ singkatan dari Kopi Keliling di bagian tengah dan belakang sepeda—agar dapat menampung barang yang akan ia bawa seperti, berbagai macam merk kopi saset, tempat penampung air panas dan lain-lain. “Kadang kami ka’ mendapat teguran dan larangan oleh Petugas Satpol- PP untuk berjualan di sini, ya sayapun kemudian pindah ketempat yang tidak terpantau petugas, kemudian pindah lagi ketempat itu, ketika petugas Satpol-PP sudah pergi,” cerita Sultan dan Said. Lanjut Sultan bercerita, ia biasanya beroleh pembeli 10 sampai 15 gelas kopi dalam satu malam dengan harga satu gelas kopi itu Rp. 5.000, dan kalau malam minggu ia dapat beroleh 20 sampai 25 gelas yang laris terjual. “Itu kalau cuaca mendukung ka’ kalau tidak kami tidak keluar berjualan dan Alhamdulillah, kalau kami hitung-hitung kami bias dapat keuntungan dalam satu bulan itu mencapai  1 juta sampai 1,5 juta rupiah yah… dapat menambah kebutuhan koss dan biaya kuliah,” seloroh Sultan dengan wajah yang penuh senyum itu.
Sultan dan Said berkeinginan manmbah Sepeda untuk berjualan di kantor-kantor, karena menurut Sultan berjualan Kopi di kantor-kantor sangat dibutuhkan para pekerja kantoran ketika sedang beristirahat. “Orang yang bekerja di kantoran itukan siang hari, jadi kalau malam hari saya kembali menjual di pantai,” Kata Sultan. (Muh. Iksan Hidayah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar