
Bagi
warga Mamuju, hidup ‘berpisah’ dengan sesamanya sudah biasa. Hal itu dimulai
ketika warga di Pasangkayu, Baras, Sarudu, dan Bambalamotu melakukannya sebelum
2003 lalu. Warga di bagian utara Mamuju itu memisahkan diri secara
administratif dan ‘politis’ dari induknya, Mamuju. Mamuju Utara lahir dan
tumbuh jadi sebuah kabupaten sendiri. Kehidupan baru mekar di sana. Kabupaten
induk juga kian bersolek rupa. Wilayah berkurang jaraknya dan ‘sedikit’
penduduk bukanlah sebuah malapetaka melainkan berkah tersendiri. Kabupaten
Mamuju selaku induk menapaki pembangunannya yang kian hari kian eksotik dan
memesona. Di tengah giat-giatnya membangun, lagi-lagi muncul ide sejenis:
Topoyo, Tobadak, Budong-budong, Pangale
dan
Karossa hendak memisahkan diri dari Kabupaten Mamuju.
“Tabe’,
silahkan,” begitu kira-kira warga
Mamuju menyambutnya. ‘Perpisahan’ yang kedua ini resmi terjadi pada 14 Desember
2012—sesuai hari lahirnya Kabupaten Mamuju Tengah. Kini pengusulan pembentukan
Kota Mamuju tengah berproses di Jakarta. Kepala Bagian Pemerintahan Kabupaten
Mamuju Basid menjelaskan bahwa konsekuensi logis terbentuknya Kota Mamuju maka
Kabupaten Mamuju akan bergeser dengan menjadikan Papalang sebagai ibukota
kabupaten. “Kecamatan Papalang sudah memenuhi syarat sebagai ibukota. Sudah ada
kajian akademiknya. Syarat pembentukan Kota Mamuju kita sudah penuhi semua.
Prosesnya sudah ada di Kemendagri,” kata Basid. Masih kata Basid, pembangunan
infrastruktur di Papalang akan dibenahi. “Kajian akademiknya itu sudah ada.
Infrastrukturnya sudah memadai, tinggal kantor-kantornya yang akan dibenahi. Yang
jelasnya, kajian akademiknya sudah memenuhi standar, sudah memenuhi syarat,”
urai Basid.
Kepada Muhammad Iksan Hidayah dari Koran Xpresindo Sabit mengatakan bahwa Bupati
dan Wakil Bupati Mamuju tak mesti berkantor di Papalang. “Bupati dan wakil
bupati masih berkantor di Mamuju bersama Walikota Mamuju. Kan semua aset Kota
Mamuju masih aset Kabupaten Mamuju. Aset itu bisa dipakai sewa atau dibeli.” Kota
Mamuju bisa dibilang sudah di depan mata. Hal itu jika dikaitkan dengan
pengakuan beberapa narasumber yang sangat berkompeten. “Bulan Maret nanti, Kemendagri
akan datang berkunjung ke Mamuju. Setelah itu Pemerintah bersama DPR RI yang
akan menentukan atau memutuskan kelayakan pembentukan Kota Mamuju. Yang
jelasnya rekomendasi Pemerintah Kabupaten Mamuju dan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Barat sudah ada,” kata Kepala Bagian Pemerintahan Mamuju.
Jika Kota Mamuju terbentuk, maka dengan
sendirinya nama ibukota Provinsi Sulawesi Barat pun berubah atau tak lagi
Kabupaten Mamuju. Jumlah kecamatan pun akan berubah, dari 11 kecamatan dibagi menjadi 6
kecamatan (Mamuju, Tapalang,
Tapalang Barat, Simboro, Kalukku, dan Bala-balakang) yang diusulkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai
wilayah Kota Mamuju, sedangkan 5
kecamatan lainnya (Papalang,
Sampaga, Tommo, Bonehau,
dan Kalumpang) tetap jadi wilayah Kabupaten Mamuju dengan
ibukota Papalang. Sebelum ia menutup masa jabatannya sebagai Bupati Mamuju
dalam periode lima tahun kedua, pada September 2015 lalu, Suhardi Duka terlebih
dulu menyerahkan berkas usulan pembentukan Kota Mamuju ke Gubernur Sulawesi Barat.
Dalam prosesi itu, Ketua DPRD Mamuju Hj. St. Suraidah Suhardi juga hadir di
Kantor Gubernur Sulawesi Barat. Selanjutnya dokumen usulan pembentukan Kota Mamuju
dilanjutkan ke Jakarta. “Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh yang
menyerahkan langsung ke Mendagri di Jakarta beberapa waktu lalu,” kata
narasumber koran ini.
Penjelasan tambahan diperoleh dari Asisten I Pemerintah Kabupaten Mamuju. , Syahril mengatakan, “Dokumen pembentukan Kota Mamuju sudah ada di
Kemendagri, DPR-RI, dan
DPD-RI. Hasilnya kita tunggu untuk selanjutnya ditetapkan sebagai Kota Persiapan Mamuju sebelum statusnya
benar-benar jadi Kota Mamuju sesuai amanat
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
pasal 39 ayat 2,” kata
Syahril, beberapa waktu lalu. Beberapa syarat yang diusulkan sudah
lengkap, seperti wilayah (calon)
Kota Mamuju mencakup 6 kecamatan,
kajian naskah akademik, dukungan masyarakat yang masuk dalam
wilayah kota yang dibuktikan dengan tanda
tangan lurah dan desa yang diketahui oleh camat, peta wilayah dari kehutanan, rekomendasi
dari DPRD Mamuju dan DPRD Sulawesi Barat, serta persetujuan Bupati Mamuju dan Gubernur Sulawesi Barat. Menurut Syahril, “Masih ada yang belum dilengkapi yakni peta tunggal yang
dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG)—satu-satunya lembaga yang
diberi kewenangan untuk membuat peta. Sekarang, peta itu sementara diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten Mamuju
dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat. Dalam dokumen usulan, peta yang
tampilkan adalah peta dari
kehutanan, padahal yang seharusnya peta tunggal. Peta itu sudah diusulkan untuk dibuat oleh BIG, dan kita sudah siapkan anggaran,” urai Syahril.
Kepastian tentang registrasi usulan
pembentukan kota di kantor kementerian datang dari Kepala Biro Pemerintahan Provinsi Sulawesi Barat Abdul
Wahab.
“Dokumen usulan Kota Mamuju sudah terdaftar di Kemendagri pada Januari 2015,” kata
Abdul Wahab Hasan Sulur kepada Nisan dari Koran
Xpresindo, beberapa waktu lalu. Abdul Wahap menegaskan bahwa Kota Mamuju sudah harus segera dibentuk.
“Tinggal menunggu penilaian dari tim
evaluasi Kemendagri untuk verifikasi terkait kelengkapan dokumen, utamanya pembuatan peta. Tapi
dalam waktu cepat ini akan
dikerjakan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), tapi ini harus melalui proses tender yang sudah
barang tentu akan memakan waktu. Pembuatan
peta itu
anggarannya sekitar
Rp
300 juta. Pada
Juni nanti sudah bisa selesai,” jelas
Wahab. Di
depan sejumlah wartawan, Wahab menjelaskan
bahwa pembuatan peta untuk
pemekaran sebuah kota diatur dalam peraturan
pemerintah dan dikerjasamakan dengan BIG. “Pembuatan peta tersebut untuk memperjelas batas-batas wilayah, dengan harapan ke depan tidak ada lagi sengketa mengenai
batas wilayah,”
katanya.
Memang, sudah banyak pengalaman yang
menjelaskan bahwa hanya karena ‘pembagian kue’ antara daerah induk dengan
daerah yang akan dimekarkan toh malah
terjadi keributan alias konflik. Hal
itu tak boleh terjadi dalam proses pembentukan Kota Mamuju. Salah satu penyebab
datangnya konflik itu antara lain tidak tuntasnya kejelasan batas wilayah,
apalagi jika wilayah perbatasan itu berpotensi memiliki kandungan minyak, emas, batu bara, gas, dan yang lainnya, misalnya. Pemerintah Provinsi Sulawesi Bararat, kata
Wahab, tidak ingin mengulang
kejadian yang pernah terjadi. “Harus dipastikan semua. Terutama
peta wilayah atau fotografi. Kita
upayakan tahun ini Kota Mamuju sudah terbentuk, sebab
sebetulnya ini bagian
dari persyaratan hadirnya
sebuah provinsi,” jelas Jamil Barambangi, pelaksana harian Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Barat.
(Nisan PR, M. Iksan HD, Sarman SHD
)