Berangkat dari semangat melestarikan
lingkungan, Munajib 40 tahun ditemani kedua putranya—Hendra 22 tahun dan Adrian
17 tahun—menekuni pelestarian tanaman mangrove yang ia dapat dari sekitar hutan
mangrove itu sendiri. Hampir setahun usaha tersebut ia lakoni, dan ia kemudian mulai
berpikir, agar hutan mangrove itu dapat dimanfaatkan dari segi ekonomi tanpa
merusak alam.
Di Dusun Salulayang Desa Bebanga, Kecamatan Kalukku,
Kabupaten Mamuju. Munajib sang pekerja keras, kreatif berprofesi keseharian
sebagai nelayan, yang tiap hari kelaut untuk mengais rezeki, guna memenuhi
kebutuhan sang istri dan 3 orang anaknya. Munajib tak kenal lelah dan patah
semangat, sepulang dari laut, ia memanfaatkan waktu luangnya mencari bibit
mangrove—di sekitar hutan mangrove yang lebat itu—untuk ditanam demi meperluas hutan
manggorove tentunya. Hampir setahun ia lakoni, dimulai pada tahun 2012 lalu, ia
menanam bibit mangrove, menjaga dan memilihara. Nanti pada tahun 2013 ia kemudian
diberikan hidayah oleh Tuhan, atas ketulusan hati menjaga dan melestariakan
hutan mangrove itu. Ia kemudian sulap tempat itu menjadi tempat yang ramai
untuk dikunjungi. Awalnya Munajib, pernah mendengar wisata mangrove paling
menarik perhatian wisatawan di Indonesia, itu ada di Bali. Munajib lalu terinspirasi
wisata mangrove yang ada di Bali itu, ia pun kemudian berkeinginan menjadikan hutan
mangrove di desanya itu seperti dengan wisata mangrove yang ada di Bali. “Teman
saya dari Bali, ia menceritakan wisata hutan mangorove yang ada di Bali, lalu
kemudian saya termotifasi menjadikan hutan mangorove ini menjadi tempat wisata. di Sulbar mangrove kita sangat potensi, untuk dijadikan sumber ekonomi, baik
itu ekowisata, maupun dari segi ekonomi lainnya,” kata Munajib dengan penuh semangat itu. Meski
sebagian masyarakat, pesimis dengan apa yang dilakukan Munajib, ia tak perduli,
ia tetap semangat pada pendiriannya. “Sejak
dari awal saya melakukan ini, masyarakat pesimis tidak
ada yang membantu saya. kadang masyarakat bilang, kenapa
pak Najib menanam mangrove yang tidak dapat dihasilkan, mending
menanam coklat dari pada menanam mangrove tidak ada hasilnya,” kata Munajib kepada Koran Xpresindo mengingat dan
menirukan ucapan salah satu warga kepadanya.
Munajib bercerita perjuangannya, membagun wisata di
hutan mangrove itu. Awalnya, Munajib menabung menyisihkan sebagian
pendapatannya dari hasil tangkapan ikan yang peroleh, tabungan munajib itu
kemudian ia gunakan untuk membeli 500 batang bambu, dengan harga Rp 15.000/batagnya.
Ia kemudian perlahan membuat jembatan dari bambu diatas pohon mangrove, dari
tangkai-ketangkai pohon mangrove, bambu itu dipasang, sepanjang 200 meter, dengan
lebar 1 meter, 5 sampai 6 batang bambu berjejer plus pegangannya kanan dan kiri.
Setelah jembatan selesai dikerjakan, Munajib kemudian membuat rumah dari bambu—sekarang
menjadi tempat istirahat para pengunjung—beratapkan daun pohon rumbia diatas
pohon mangrove, agar pengunjung merasakan nyaman dan sejuk. Ia menghabiskan
sekitar 15 batang bambu untuk satu rumah kecil berukuran 3x4 meter dan gazebo satu
berukuran 1,5x2 meter. Munajib hanya dibatu oleh dua orang anaknya Andrian dan
Hendra, sdangkan anaknya yang satu lagi bernam Adrian 15 tahun itu masih kecil.
Kadang Munajib mendapat sindiran dari warga sekitar, tetapi munajib tetap
semangat, ia tak peduli dengan apa yang dikatakan warga. “Kadang saya dianggap gila awalnya pak, membuat
jembatan dan rumah diatas pohon mangrove,” cerita Munajib dengan penuh kenagan itu.
Dalam jangka waktu 5 bulan, lanjut Munajib bercerita,
ia dapat beroleh keuntungan dari hasil biaya masuk para pengunjung, yang
dibebankan sebesar 5 ribu rupiah untuk sekali masuk. Dari hasil biaya masuk
itu, Munajib kemudian menambah rumah menjadi 8 buah, dan gazebo itu menjadi 9 buah
sedangkan jembatannya itu ditambah 50 meter lagi panjangnya. “Dulu, pengunjung
yang datang kisaran 40-50 orang dalam seminggu, sekarang sudah banyak rumah dan
gazebo, itu dapat mencapai 100 orang, dengan fasilitas permainan seperti bebek
air, ban renang dan lain-lain,” kata Munajib.
Sikap sosok Munajib yang luwet dalam berkaya ini,
mampuh menghipnotis warga setempat, yang pada awalnya Munajib dikucilkan,
karena aksinya membuat rumah dan jembatan diatas pohon mangrove. “Saya sudah dibantu
beberapa warga. Warga sekitar mulai terbuka pikirannya tentang pentingnya hutan
mangrove ini dalam peningkatan ekonomi. Apa lagi, wisata yang kami bangun ini,
itu terus di lakukan pembenahan bahkan sekarang jembatannya itu, sudah kita
ganti semua alasnya dengan papan, sakin kuatnya biar motor ini bisa dilalui,” seloroh
Munajib. Tak henti disitu, Munajib juga nantinya akan mengembangkan lagi wisata
Mangrove itu, menjadi tempat industri olahan, seperti minuman dan sabun cuci
dari buah mangrove. Bahkan rumput laut—yang sebahagian menjadi mata pencaharian
masyarkat desa Bebanga—juga akan di olah menajadi industri olahan makanan. “Di
wisata mangrove ini nantinya saya akan membuat pelatihan bagi
masyarakat mengenai pengolahan buah Pidada, atau buah pohon mangrove, itu dapat dijadikan
minuman yang segar, dan sabun cuci.
Dengan itu, minuman tersebut kita jual bagi para pengunjung yang
datang berwisata disini. Saya akan beli nanti
alat-alatnya. Rumput laut juga saya lestarikan di wisata ini, saya akan
lestarikan bersama wisata mangrove,”
harap Munajib.
Apa yang dilakukan Munajib ini, dapat menjadi panutan
bagi masyarakat Sulbar. Ia kemudian beroleh penghargaan dari Yayasan
Karampuang, sebagai Karampuang Awards—pada kegiatan Hari jadi Yayasan
Karampuang beberapa waktu lalu—atas kegigihannya
dalam pembagunan ekonomi kreatif. Dengan itu juga, Pak Munajib bergabung pada
lembaga Korsorsium Manakarra Hijau, atas bimbingan dan kerja sama yang
dilakukan Yayasan Karampuang, guna mengajukan
pengembangan Ekowisata Mangrove di Mamuju, melalu dana hibah PSDABM MCA
Indonesia. “Pak Munajib sosok yang punya kepedulian besar terhadap lingkungan,
utamanya pelestarian hutan Mangrove, sosok beliau mengispirasi kita. Betapa
gigihnya beliau dalam mengembangkan dan melestarikan mangrove dengan biaya dan
tenaga sendiri, mudah-mudahan proposal yang kita ajukan ini dapat lolos, dan
untuk sementara tahapannya telah lolos konsep note dan pengajuan proposal
penuh,” kata direktur Yayasan Karampuang, Aditya Yudistira Arif beberapa waktu
lalu. (Muh. Iksan Hidayah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar