Minggu, 27 Maret 2016

PETANI KELAPA SAWIT SUKSES YANG DIINTERUPSI

                                                                   Oleh : Muh. Fajar



 Sudah menjadi pemandangan biasa saja di dua Kabupaten di Sulawesi Barat jika hamparan pohon kelapa sawit nan luas berhamburan sejauh mata memandang, yaitu Mamuju tengah dan Mamuju Utara. Perkebunan kelapa sawit ini pula yang sebagian besar masyarakat didua Kabupaten ini bisa terbilang sampel petani sukses bahkan para pegawai, pengusaha hingga para pejabatpun turut berinsvestasi dengan membeli dan atau membuka lahan tani kelapa sawit. Hasilnya memang cukup menjanjikan, tidak jarang kita melihat daerah yang banyak sawit maka didaerah itupun akan banyak mobil terparkir dihalaman rumahnya, baik itu mobil pribadi maupun mobil yang digunakan untuk mengangkut buah sawit ke Pabrik, fakta ini juga dengan sendirinya terpatri di fikiran kita tentang adanya strata sosial atas petani yang ada, dan tentu saja strata petani yang teratas adalah petani kelapa sawit.
                Fakta bahwa petani kelapa sawit tidak kalah dengan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang selama dan sampai hari ini yang diandalkan oleh sebagian besar masyarakat karna kerja sedikit tapi gaji diterima tiap bulan sementara petani kelapa sawitpun tidak beda jauh dengan proses penerimaaan hasilnya karna petani kelapa sawit yang proses penerimaan hasilnya juga tiap bulan dan bahkan sebagian petani kepala sawit merasa diri lebih hebat dari seorang PNS karna mereka bahkan tidak bekerja tetapi hanya membeli lahan dan memberi upah kepada pekrja untuk memanen dan memupuk sewaktu-waktu lahan kelapa sawitnya tersebut, bahkan hingga menegeluarkan upahpun mereka yang mempunyai lahan kelapa sawit minimal 3 kapling (6 hektar) masih lebih banyak hasilnya dari seorang PNS Golongan 4 sekalipun.
Selain soal hasilnya yang menjanjikan kelapa sawit juga termasuk tanaman yang bisa beradaptasi dengan tanah yang ditumbuhinya, tanpa memilih jenis tanah, kering ataupun basah. Ini pula membuat satu persatu masyarakat terdorong untuk beralih tani yang sebelumnya tani kakao lalu menebang pohon kakaonya dan menanam kalapa sawit, dari ladang sawah menjadi perkebunan kelapa sawit, dari kebun cengkeh yang pohonnya mengkrucut kearah langit juga menjadi lahan kelapan sawit yang berdaun mekar, bahkan sebagian wilyah yang sebelumnya adalah Empang juga sudah menjadi lahan lahan kelapa sawit, mungkin belum kering dari ingatan kita tentang hamparan luas pohon karet sepanjang daerah Salu Gatta (Kab. Mamuju Tengah) yang kini menjadi hamparan luas Kelapa Sawit. Belum lagi kita dibenturkan dengan mentalitas masyarakat yang notabane followers dalam berkehidupan.
Ø  Kekompakan Petani Dalam Peralihannya Menjadi Petani Kelapa Sawit
Bukan bermaksud mengkritik atas fakta kekompakan masayarakat dalam bertani kelapa sawit tetapi berangkat dari sebuah paradigma nalar relasional bahwa kita perlu melihat secara utuh atas persoalan yang ada. Faktanya bahwa tidak ada proses sosialisasi untuk mengalihkan lahan pertanian menjadi lahan kelapa sawit, tidak ada pula proses sosialisasi untuk membuat dua kabupaten yang dimaksud diatas agar menjadi derah yang petaninya didominasi oleh perkebunan kelapa sawit. Fikir penulis bahwa memang benar bahwa tidak ada sosialisasi apa lagi instruksi untuk kemudian mengalihkan lahan pertanian.
Namun ada  beberapa alasan atau sebut saja beberapa telaah penulis atas peralihan pertanian/perkebunan Petani kakao, sawah, cengkeh, dan nelayan (petani tambak empang) yang sebenarnya karna merasa belum berkecukupan dengan mengandalkan hasil taninya untuk menutupi kehidupan sehari-harinya bersama keluarga, biaya sekolah dan kesehatan anak-anak dan keluarganya selain soal (1.) hasilnya yang kurang maksimal juga karna (2.) penyakit tanaman (hama dll), serta (3.) tempat mendistribusikan hasil tani juga masih rada kurang jelas, berbeda dengan hasil tani kelapa sawit tidak akan tinggal berlama-lama, bahkan tidak sampai 24 jam  setelah dipanen mobil pengangkut buah kelapa sawit sudah datang untuk mengangkut ke pabrik yang sudah menjadi langganannya. Selain memang itu, ini juga soal mentalitas followers masyarakat Sul-Bar dan Indonesia pada umumnya yang masih mentradisi (berangkat mainsate gotong royong yang masih tertanam dialam bawah sadar masyarakat) seperti yang penulis jelaskan pada paragraf ketiga bagian akhir.
Ø  Mengungkap Sisi Negatif Kelapa Sawit
Lagi-lagi penulis hanya ingin melihat sesuatu dengan paradigmatik relasional (melihat sesuatu dari semua sisi yang mempunyai keterkaitan sesuatu tersebut). Pertama adalah, makanan pokok kita adalah nasi/padi bukan minyak hasil olahan kelapa sawit, kenapa kita perlu mengalihkan persawahan menjadi perkebunan kelapa sawit, bukankah dalam UU No. 15/permentan/ot.140/2/2013 tentang program peningkatan diversifikasi dan ketahanan panganmasyarakat badan ketahanan pangan dan UU No. 65/permentan/ot.140/12/2010 tentang standar pelayanan minimal bidang ketahanan pangan provinsi dan kabupaten/kota.
Tentang wilayah persawahan dilindungi sebagai benteng untuk ketahanan pangan kita ataukah kita sedang menginginkan beras “Inpor?”.Kedua adalah tentang, hasil olahan kelapa sawit yang berbentuk minyak CPO (Crude Palm Oil) yang dikirim keluar tiap harinya lalu datang kembali kedaerah kita menjadi minyak goreng kemasan dengan harga yang lumayan mahal jika dibandingkan penghasilan rata-rata masyarakat Sul-Bar. Padahal di daerah kita ini juga penghasil minyak kelapa “Kab. Majene dan Kab Polewali Mandar yang terkenal dengan sebutan Minna’ Mandar (minyak yang terbuat dari kelapa biasa serta wanginya tiga kali lipat lebih harum dari minyak kemasan yang dijual dipasaran), Kab. Mamuju Utara juga telah melakukan mengembangkan usaha minyak kelapa biasanya dengan membuat kemasan agar mampu bersaing dengan minyak kemasan lain, terutama kemasan para tamu-tamu asing dari berbagai negeri yang menganut neoliberalisme itu yang masuk dengan berbagai macam cara, salah satu caranya adalah mereka menggunakan jasa kesehatan para Dokter hebat-hebat katanya yang ada di amerika serikat untuk meneliti atas dampak negatif minyak kelapa, hingga dengan kerja samanya lagi dengan media-media maka propaganda bahaya penyakit kolestrol, jantung dll karna terlalu mengonsumsi minyak kelapa {baca : Keretek Bukan Sekedar Rokok}. Padahal logika sederhananya adalah apapun yang dikonsumsi terlalu banyak maka akan berpeluang menciptakan penyakit pada tubuh kita, anehnya Dokter-Dokter dalam negeri kita malah turut serta mengaminkan bahkan turut mengkampanyekan apa yang disabdakan dokter-dokter asing tersebut. Ke empat, belum lagi kita bicara tentang dampak kelingkungan sekitar, yang pertama yaitu soal bagaimana dengan tanaman lain yang tidak berjarak jauh dengan pohon kelapa sawit, tentu saja tanaman tersebut tidak akan subur, rambutan dan durian misalnya yang 1-2 bulan lalu hingga hari ini masih ada yang berbuah kini buahnya tidak sebesar dan semanis dulu lagi, sebelum disekitarnya terhampar pohon kelapa sawit. Kedua adalah tentang limbah, yang oleh kita yang pernah lewat di Km 5 sampai Km 20an (Polohu/Mamuju Tengah), pasti akan menghirup udara tak sedap yang oleh pihak perusahaan mengatakannya itu limbah yang dikelola jadi pupuk untuk kelapa sawit, namun fikir penulis adalah ini pupuk untuk kelapa sawit tapi racun untuk manusia, sampai saat ini penulis belum sempat menanyakan lagi “apakah sudah ada pemeriksaan di labaratorium bahwa limbah yang terhirup oleh manusia tidak akan menimbulkan penyakit atau kemungkinan juga dampak penyakit kulit melalui air untuk mandi dll di masyarakat sekitar ?”
Yang terakhir, sebuah fakta positif dan negatif yang yang bersumber dari perkebunan kelapa sawit ini, setidaknya mampu mendorong kita (kita adalah siapapun, “petani, pejabat, pemuda/mahasiswa, atau wartawan”) untuk mengerem sedikit demi sedikit dominasi perkebunan sawit ini, karna seperti yang kita ketahui bahwa petani sukses (berpenghasilan banyak)b elum tentu petani baik, baik dalam artian ramah lingkungan dan sesuai kebutuhan masyarakat.


1 komentar:

  1. admin ada data BPS Mamuju Tengah terkait luas lahan sawah yang terkoversi menjadi kebun kelapa sawit,, atau data dari sumber lain yang terkai. terimakasih

    BalasHapus